Minggu, 29 Juli 2012

Gantungkan Harapan pada Herbal

Pengobatan herbal semakin menjadi pilihan. Terbukti dengan maraknya industri obat berbasis herbal di dalam maupun luar negeri. Walaupun harga produknya relatif tinggi, tetap dicari masyarakat.

Terkadang perubahan lingkungan tidak hanya memberikan dampak negatif bagi kerusakan alam tetapi juga mempengaruhi kesehatan manusia. Kanker salah satu contohnya. Jumlah penderita kanker semakin bertambah seiring dengan perubahan gaya hidup dan banyaknya bahan karsinogenik di sekitar kita. Saat ini, menurut Ali Ghufron Mukti, Wakil Menteri Kesehatan, kanker menjadi penyebab kematian kedua terbesar di Indonesia setelah jantung koroner. Bukan rahasia lagi, jika seseorang telah divonis menderita kanker, harapan hidupnya semakin tipis. 

Pengobatan yang dilakukan seperti kemoterapi, bukan hanya menghancurkan sel kanker, tapi juga sel-sel yang sehat. Efek samping negatif pun banyak terjadi, seperti kerontokan rambut, kerusakan kulit, hingga rasa mual berlebihan. Dalam presentasinya pada Seminar Nasional Herbal untuk Terapi Kanker: Perkembangan Terkini dan Prospek, Drs. Oswald Tampubolon, Apt., Direktur Utama PT Asindo Husada Bhakti, menyampaikan, bahan kimia bersifat tajam dan reaktif atau mempunyai spektrum yang sempit. Artinya, dengan indikasi formula yang terbatas, obat kimia yang berfungsi melawan penyakit dalam tubuh juga harus berhadapan dengan reaksi-reaksi dalam tubuh yang sangat kompleks. “Bahan kimia sintetis bukanlah bahan yang benar-benar cocok untuk tubuh. Hanya saja, keberadaan aksi bahan kimia ini dapat ditoleransi oleh tubuh. Selain itu, banyak penyakit yang belum jelas apa obatnya, diberikan obat kimiawi sehingga obat yang dikonsumsi adalah obat yang bersifat simptomatis (mengobati gejala),” papar Oswald.



0 komentar:

Posting Komentar